Gerimis mulai pamit meninggalkan tetesan kehidupan, tersingkirkan oleh aura terik yang melayukan keharmonisan.
Panas dan kering mulai menjamu relung,
berotasi pada lingkaran kegelapan untuk mengadu amarah.
Sepekan sudah termakan luka rasa,
silih berganti muncul dari arah tak pasti.
Ingin menyudahi pada teduhnya ranting pohon tua,
namun senyatannya semakin menggigit lebih dalam.
Belukar telah membuka mulutnya untuk menyantap,
tiap-tiap cemburu yang makin membludak.
Saling berkaca diceritakan,
saling bercerita dicemoohkan.
Berteriak dan menampar diri sendiri,
menghindari kokohnya amukan jejak-jejak reruntuhan.
Ibarat rindu yang mati oleh mendungnya kejujuran,
Dan terkubur sementara lewat mimpi malam untuk bernapas.
Ketika fajar menyapa dengan keanggunan gairahnya,
ada butiran kelembutan hadir memeluknya.
Menyerahkan pada pangkuan kota tandus,
untuk bersaksi bahwa aku mati untuk kehidupan cinta yang lain.
Tunmat, 07 Maret 2020 (*Catatan terik bersama senja di batas kota)
Enjoyed this article? Stay informed by joining our newsletter!