Kalau jendela mengabarkan mendung di luar
Aku sudah tak takut lagi pada petir
Sebab sebagian besar hidupku terlampau getir
Menyayat batin yang kian satir
Sebuah dongeng membuai
Imanku jadi terbengkalai
Menangisi laku saja masai
Ragaku hilang di tengah badai
Hari ini aku bernapas lega
Esok telah di gotong keranda
Lalu ditanya sang penanya
Gagu lah aku menjawabnya
Dari lubang tak bernama
Aku di giringnya ke padang macam sabana
Berjuta mata tampak merana
Tak menyapa, apalagi mengulurkan tangannya
Aku menonton pertunjukan
Dimana aku sebagai pemeran
Hinalah aku di hadapan Tuhan
Langkah kaki tak pernah sejalan
Dari padang luas, aku meniti jembatan
Di bawahnya api sebagai jilatan
Ragaku bergetar tak karuan
Adakah pantas aku mengharap ampunan?
Mulutku di robek
Sebab ucapku selalu molek
Mataku ditusuk paku
Sebab pandangan tak pernah di belenggu
Aku berjalan
Tapi kakiku menolak teruskan
Sebab bara api sebagai hamparan
Aku mendengar suara yang begitu memekakkan
Teriakan, isakan, bahkan gaungan penyesalan
Akupun demikian
Tapi jamuan belum selesai di hidangkan
Aku masih harus mendekam
Di samudra api terdalam
Tubuhku telah lelam
Tapi kemudian kembali macam sihiran
Ya Rabbuna
Adakah ampun bagiku yang durhaka
Tak sanggulah menahannya barang sedetik saja
Membayangnya sudah pening kepala
Ya Rabbuna
Enjoyed this article? Stay informed by joining our newsletter!